BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Psikologi perkembangan adalah adalah cabang
psi. yang mempelajari tentang perkembangan dan kemunduran tingkah laku manusia
dengan mempertimbangkan secara ontogenetic dan phylogenetik.
Pada kesempatan kali ini kami akan membahas
tentang perkembangan masa kanak-kanak awal dan akhir.
B. Rumusan
Masalah
Permasalahan-permasalahan utama yang akan kami
bahas yaitu seputar : pengertian masa kanak-kanak awal dan akhir, aspek
perkembangan: fisik atau motorik, emosi, social, intelligensi atau kognisi,
bahasa, kepribadian, moral, dan agama serta implikasi terhadap pendidikan
agama.
C. Tujuan
Penulisan
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas tentang
berbagai hal yang berhubungan dengan pengertian masa kanak-kanak awal,
pengertian masa kanak-kanak akhir, aspek perkembangan: fisik atau motorik,
emosi, social, intelligensi atau kognisi, bahasa, kepribadian, moral, dan agama
serta implikasi terhadap pendidikan agama serta untuk memenuhi tugas mata
kuliah Psikologi Perkembangan.
BAB II
SUBSTANSI
ASPEK BIOLOGIS
Masa
anak-anak dimulai kira-kira usia 2 tahun sampai kira-kira usia 13 tahun untuk
wanita dan 14 tahun untuk pria. Masa anak-anak dibagi menjadi dua yaitu masa
anak-anak awal dan masa anak-anak akhir. Masa anak-anak awal berlangsung dari
umur 2 tahun s.d. umur 6 tahun dan masa anak-anak akhir dari 6 tahun sampai
dengan pubertas. Masa anak awal disebut juga sebagai:
1.
Usia sulit atau
mengundang masalah
2.
Usia Bermain
3.
Usia Prasekolah
4.
Usia
Berkelompok
5.
Usia Menjelajah
6.
Usia Bertanya
7.
Usia Meniru
A.
Aspek
Perkembangan Fisik Atau Motorik Masa Kanak-Kanak Awal Dan Akhir
Fisik
atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang komplek dan sangat mengagumkan.
Semua organ ini terbentuk pada periode prenatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan
perkembangan fisik ini, Kuhlen dan Thompson.[1]mengemukakan
bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu:
1.
System syaraf,
yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi.
2.
Otot-otot, yang
mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik.
3.
Kelenjar
endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru.
4.
Stuktur
fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.
Perkembangan
ketrampilan motorik merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan
pribadi secara keseluruhan. Beberapa alasan tentang fungsi perkembangan motorik
bagi konstelasi perkembangan individu, yaitu:
1.
Melalui
ketrampilan motorik anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan
senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki ketrampilan memainkan
boneka.
2.
Melalui
ketrampilan motorik anak dapat beranjak dari kondisi “helplessness” (tidak
berdaya) pada bulan-bulan pertama dalam kehidupannya, kekondisi yang “independence”
(bebas, tidak bergantung). Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat
yang lainnya, dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan
menunjang perkembangan “self confidence” (rasa percaya diri).
3.
Melalui
ketrampilan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah (school
adjustment). Pada usia pra sekolah (taman kanak-kanak) atau usia
kelas-kelas awal Sekolah Dasar, anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar,
melukis, dan baris-berbaris.
4.
Melalui
perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain atau bergaul
dengan teman sebayanya, sedangkan yang tidak normal akan menghambat anak untuk
dapat bergaul dengan teman sebayanya bahkan ia kan terkucil atau menjadi anak
yang “finger” (terpinggirkan).
5.
Perkembangan
ketrampilan motorik sangat penting bagi perkembangan “self-concept” atau
kepribadian anak.
Seiring
dengan perkembangan motorik ini, bagi anak usia pra sekolah (taman kanak-kanak)
atau kelas rendah SD, tepat sekali diajarkan atau dilatih tentang hal-hal
berikut:
1.
Dasar-dasar
ketrampilan untuk menulis (huruf arab dan latin) dan menggambar.
2.
Ketrampilan
berolah raga (seperti senam) atau menggunakan alat-alat olah raga.
3.
Gerakan-gerakan
permainan, sseperti meloncat, memanjat dan berlari.
4.
Baris-berbaris
secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan kedisiplinan dan ketertiban.
5.
Gerakan-gerakan
ibadah salat.[2]
ASPEK PSIKOLOGIS
A. Aspek
Perkembangan Emosi
1. Pengertian
Emosi
Menurut English and English, emosi
adalah “A complex feeling state accompanied by characteristic motor and
glandular activites” (suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai
karakteristik kegiatan kelenjar motoris).
2. Pengaruh
Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik Individu
Dalam pengertian di atas, dikemukakan bahwa
emosi itu merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku
individu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu.
Contohnya: gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, dan sebagainya.
3. Ciri-ciri Emosi
Emosi sebagai
suatu peristiwa psikologi mengandung ciri-ciri sebagi berikut:
1.
Lebih bersifat
subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya seperti pengamatan dan
berpikir.
2.
Bersifat
fluktuatif (tidak tetap).
3.
Banyak
bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.
4.
Pengelompokan
emosi
Emosi
dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu:
1.
Emosi sensoris,
adalah emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh,
seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.
2.
Emosi psikis,
adalah emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan. Yang termasuk emosi ini, di
antaranya adalah:
¯ Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan
ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk: rasa yakin dan
tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah, rasa gembira karena mendapat
suatu kebenaran, rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan-persoalan
ilmiah yang harus dipecahkan.
¯ Perasaan sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan
orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini
seperti: rasa solidaritas, persaudaraan, simpati, kasih sayangdan sebagainya.
¯ Perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai
baik buruk atau etika (moral). Contoh: rasa tanggung jawab, rasa bersalah
apabila melanggar norma, rasa tentram dalam menaati norma.
¯ Perasaan keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat
dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebenadaan maupun kerohanian.
¯ Perasaan ketuhanan, salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk
tuhan, dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal tuhannya.
Dengan kata lain, manusia dikaruniai insting religious (naluri beragama).
Karena memiliki fitrah ini, kemudian manusia dijuluki sebagai “Homo Divinas”
dan “Homo Religius”, yaitu sebagai makhluk yang bertuhan atau makhluk beragama.
5.
Teori-teori
emosi
a.
Canon Brand
merumuskan teori tentang pengaruh fisiologis terhadap emosi. Teori ini
menyatakan bahwa situasi menimbulkan rangkaian pada proses syaraf.
b.
Menurut teori
James dan Lange, bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah
atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih.
c.
Lindsley
mengemukakan teorinya yang disebut “activition theory” (teori penggerakan).
Menurut teori ini emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari
susunan syaraf terutama otak.
d.
Jhon B. Waston
mengemukakan bahwa ada tiga pola dasar emosi, yaitu takut, marah, dan cinta.
Ketiga jenis emosi tersebut menunjukkan respons tertentu pada stimulus tertentu
pula, tetapi kemungkianan terjadi pula modifikasi (perubahan).[3]
B.
Aspek
Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan
diriterhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi melebur diri menjadi
suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti, dia belum
memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan
sosial, anak harus belajartentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang
lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman
bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orang tua, saudara, teman
sebaya atau orang dewasa lainnya.
Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua,
anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai
mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial. Pada usia anak, bentuk-bentuk
tingkah laku sosial itu adalah sebagai berikut :
1.
Pembangkangan
(negativisme), yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini
terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orangtua atau
lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak.
2.
Agresi
(agression), yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun
kata-kata (verbal). Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap
frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan/keinginannya) yang
dialaminya.agresi ini mewujud dalam perilaku menyerang, seperti: mencubit,
memukul,menendang, dan sebagainya.
3.
Berselisih/
bertengkar (quarreling), terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung oleh
sikap dan perilaku anak lain, seperti diganggu pada saat mengerjakan sesuatu
atau direbut barang atau mainannya.
4.
Menggoda
(teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda
merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata
ejekan atau cemoohan), sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang
diserangnya.
5.
Persaingan
(rivarly), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong
(distimulasi) oleh orang lain. Sikap persaingan ini mulai terlihat pada usia
empat tahun, semangat bersaing ini berkembang dengan lebih baik.
6.
Kerjasama
(cooperation), yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok. Anak yang berusia
dua atau tiga tahun belum berkembang sikap bekerja samanya, mereka masih kuat
sikap “self centered” nya.
7.
Tingkah laku
berkuasa (ascendant behavior), yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai
situasi sosial, mendominasi atau bersikap “bossiness”.wujud dari tingkah laku
ini seperti meminta,menyuruh, atau mengancam.
8.
Mementingkan
diri sendiri (selfishness), yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau
keinginannya. Anak ingin selalu dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak, maka
dia protes dengan menangis, menjerit atau marah-marah.
9.
Simpati
(simpaty), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh
perhatian terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerja sama dengannya .
seiring dengan bertambahnya usia, anak mulai dapat mengurangi sikap “selfish”
nya dan dia mulai mengembangkan sikap sosialnya, dalam hal ini rasa simpati
terhadap orang lain.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sosilanya, baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman
sebayanya.[4]
C.
Aspek
Perkembangan Intelligensi Atau Kognisi
Pada dasarnya dalam keadaan pertumbuhan yang biasa, pikiran
berkembang secara berangsur-angsur, sampai anak mencapai umur delapan sampai
dengan 12 tahun, ingatannya menjadi kuat sekali biasanya mereka suka menghafal
banyak-banyak. Anak mengalami masa belajar. Pada masa belajar ini anak menambah
pengetahuannya, menambah kemampuannya untuk mencapai kebiasaan yang baik.
Anak tidak lagi bersifat egosentris artinya anak tidak lagi
memandang diri sendiri sebagai pusat perhatian lingkungannya,. Anak mulai
memperhatikan keadaan sekelilingnya dengan obyektif. Karena timbul keinginannya
untuk mengetahui kenyataan, keinginan itu akan mendorongnya untuk menyelidiki
segala sesuatu yang ada di lingkungannya.
Dalam masa anak sekolah, anak sangat suka mengumpulkan benda-benda
seperti perangko, gambar-gambar, bungkus rokok, bungkus korek api, dan lain
sebagainya. Perkembangan fantasi mengalami perubahan setelah anak berumur
delapan tahun, dongeng-dongeng dan cerita yang fantastis sudah tidak disukai
lagi karena kemampuan berfikirnya bertambah kritis. Mereka hanya mau menerima
sesuatu yang masuk di akal. Sekarang anak lebih suka membaca cerita yang sungguh-sungguh
terjadi, paling tidak cerita yang mendekati kenyataan. Perasaan, khayal, dan
sugesti masih mempengaruhi cara berfikirnya, itulah salah satu alasannya
mengapa kesaksian yang diberikan anak-anak belum dapat dipercaya sepenuhnya.[5]
D.
Aspek
Perkembangan Bahasa
Kecerdasan atau intelegensia anak itu meliputi kecerdasan kognitif,
emosi dan sosial. Pada usia batita, perkembangan kecerdasan anak ini tampak
mengalami lonjakan besar. Dari mahluk kecil yang lemah dan “keberadaannya”
kurang menonjol menjadi bagian dari keluarga yang justru nyaris menyedot hampir
seluruh perhatian anggota keluarga lainnya.
Salah satu komponen yang mendukung anak dalam bersosial adalah
bahasa. Dengan bahasa, anak dapat merespon segala rangsangan yang
menghampirinya, hanya saja cara bayi merespon tidak seperti orang dewasa dalam
menerapkan pola interaksi secara lazim. Kemampuan bicara dan bahasa adalah
aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap
suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.
Menurut Piaget, semua anak sejak lahir telah dilengkapi dengan alat
nurani yang berbentuk mekanikal umum untuk semua kebolehan termasuk kebolehan
berbahasa.[6]
Pada usia ini kemampuan anak untuk menyerap pengetahuan bahasa amat
menakjubkan. Dan kalau anak mulai bisa menguasai bahasa dan bisa mengatakan
maksudnya, maka ia akan lebih mudah dikendalikan.
E.
Aspek
Perkembangan Kepribadian
1.
Perkembangan
emosi
Emosi merupakan salah satu aspek perkembangan yang melekat pada
diri anak-anak. Kondisi emosi itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis yaitu positif (misalnya, gembira) dan negatif (misalnya sedih). Konsep
emosi cukup penting bila dikaitkan dengan fungsinya dalam hubungan
interpersonal.
Dalam hal ini, ekspresi emosi akan menjadi fasilitasi bagi seorang
anak untuk dapat mengungkapkan perasaannya, perilakunya, serta
keinginan-keinginannya. Pada hubungan antara anak dan orangtua, ekspresi emosi
merupakan bahasa pertama kali dalam berkomunikasi. Seorang bayi telah mampu
bereaksi terhadap ekspresi wajah dan nada suara orang tuanya.
2.
Perkembangan
konsep diri
Aspek lain dalam perkembangan kepribadian anak adalah pemahaman
atau konsep diri. Pada masa kanak-kanak awal, anak biasanya memiliki pemahaman
diri yang bersifat fisik ataupun aktivitas yang mereka lakukan. Ketika anak
ditanya tentang siapa mereka, maka jawaban yang muncul biasanya berkisar pada
ukuran tubuh atau aktivitas yang disenanginya. Konsep pemahaman diri ini
menjadi lebih bersifat internal pada masa kanak-kanak menengah dan akhir. Anak-anak
yang berada pada tingkat Sekolah Dasar telah mampu menyebutkan sifat-sifat
psikologis dalam mendeskripsikan dirinya. Di samping itu, aspek sosial cukup
memegang peranan besar dalam memahami konsep dirinya. Pada saat ini, anak mulai
membandingkan keadaannya dengan keadaan orang-orang di sekelilingnya, terutama
dengan teman sebayanya.[7]
F.
Aspek
Perkembangan Moral
Perkembangan moral pada masa kanak-kanak awal masih dalam tingkat
yang rendah, karena perkembangan intelektual anak-anak belum mencapai titik di
mana ia dapat mempelajari atau menerapkan prinsip-prinsip abstrak tentang benar
dan salah, tidak mempunyai dorongan untuk mengikuti peraturan peraturan karena
tidak mengerti manfaatnya sebagai anggota kelompok social.
Tahap ini ditandai dengan apa yang oleh Piaget disebut “moralitas
melalui paksaan”, artinya anak-anak secara otomatis mengikuti
peraturan-peraturan tanpa berpikir atau menilai, menganggap orang dewasa yang
berkuasa sebagai maha kuasa, menilai semua perbuatan sebagi benar atau salah
berdasarkan akibat-akibatnya, bukan berdasar pada motivasi yang mendasarinya.
Kohlberg memasukkan dua tahapan dari tingkat perkembangan pertama
ini yang ia sebut sebagai “moralitas prakonvensional”. Dalam tahap pertama,
anak berorientasi patuh dan hukuman dalam arti ia menilai benar salah
berdasarkan konsekuensi fisik. Dalam tahap kedua, anak menyesuaikan diri dengan
harapan social agar dipuji.[8]
1.
Disiplin dalam
awal masa kanak-kanak
Disiplin ialah cara masyarakat mengajarkan perilaku moral kepada
anak agar diterima kelompok. Ada tiga unsur penting dalam disiplin: peraturan
dan hukum yang berfungsi sebagai pedoman bagi penilaian yang baik, hukuman bagi
pelanggaran peraturan dan hukum, dan hadiah untuk perilaku yang baik atau usaha
untuk berperilaku social yang baik.
Ada tiga jenis disiplin yang digunakan pada awal masa kanak-kanak.
1.
Disiplin
otoriter
2.
Disiplin yang
lemah
3.
Disiplin
demokratis
Penerapan
disiplin yang berbeda akan mendapatkan hasil yang berbeda pula.
1.
Pengaruh pada
perilaku
· Disiplin lemah; anak akan mementingkan diri sendiri, tidak
menghiraukan hak orang lain, agresif dan tidak social.
·
Disiplin
otoriter; anak akan sangat patuh pada orang dewasa, agresif dengan teman
sebaya.
· Disiplin demokratis; anak akan belajar mengendalikan perilaku yang
salah dan mempertimbangkan hak-hak orang lain.
2.
Pengaruh pada
sikap
· Disipin otoriter; anak cenderung membenci oarng yang berkuasa,
merasa diperlakukan tidak adil.
·
Disiplin lemah;
benci terhadap orang yang berkuasa, merasa bahwa orang tua seharusnya
memperingatkan bahwa tidak semua orang dewasa mau menerima perilaku yang tidak
disiplin.
· Disiplin demokratis; menyebabkan kemarahan sementara namun bukan
kebencian.
3.
Pengaruh pada
kepribadian
· Semakin banyak hukuman fisik, anak semakin cemberut karena kepala
dan negativistic.
·
Penyesuaian
pribadi dan social yang buruk.
· Mempunyai penyesuaian pribadi dan social yang terbaik.
4.
Pelanggaran
Pelanggaran adalah bentuk ringan dari menyalahi aturan atau
perbuatan yang keliru. Pelanggaran pada masa awal kanak-kanak disebabkan oleh
tiga hal; pertama, ketidaktahuan bahwa perilakunya tidak dibenarkan oleh
kelompok social, atau lupa dan tidak mengerti dalam situasi apa peraturan itu
berlaku. Kedua, anak belajar bahwa sengaja tidak patuh pada hal yang kecil
umumnya akan mendapat perhatian yang besar daripada perilaku yang baik. Ketiga,
dapat disebabkan oleh kebosanan, dengan melakukan kehebohan dll.
5.
Bahaya moral
Secara umum ada empat bahaya moral dalam tahap awal masa
kanak-kanak. Pertama, disiplin yang tidak konsisten memperlambat proses
untuk belajar menyesuaikan diri dengan harapan social. Kedua, kalau anak
tidak ditegur atas perbuatan-perbuatan yang melanggar dan kalau anak dibiarkan
memperoleh kepuasan sementara dari kekaguman dan iri hati teman-teman terhadap
perilakunya yang salah, maka hal ini akan mendorong anak untuk terus
mempertahankan perilaku yang salah. Ketiga, terlampau banyak penekanan
pada hukuman terhadap perilaku salah dan terlampau sedikit penekanan pada sikap
yang kurang baik kepada orang yang berkuasa. Dalam hal ini hanya ada tiga alasan
yang dibenarkan untuk menghukum anak, pertama kalau tidak ada cara lain untuk
menyampaikan larangan kepada anak; kedua, hukuman diberikan kalau anak
melakukan perbuatan yang terlarang; ketiga, agar supaya efektif hukuman jangan
terlalu sering dilakukan karena anak akan menjadi kurang peka terhadap tujuan
hukuman. Keempat dan yang paling serius dari sudut pandang jangka
panjang ialah anak yang terkena disiplin otoriter yang pokok penekanannya pada
pengendalian eksternal tidak didorong untuk mengembangkan pengendalian
internal terhadap perilaku yang membentuk dassar bagi perkembangan lebih lanjut
hati nurani.
ASPEK
KEAGAMAAN
Apabila seorang
anak lahir ke dunia ini ada kecenderungan orang tua menyambutnya dengan
berbagai upacara dan kegiatan. Yang terpenting dari kegiatan penyambutan anak
itu adalah berupa acara ritual keagamaan. Dimaksudkan untuk membekali anak
dengan keyakinan hidup yang dipegangi orang tua dan masyarakat. Dalam
perwujudannya, orang-orang islam meyambut kehadiran anaknya dengan upacara
pembacaan adzan dan qamat, penyembelihan hewan aqiqah, dan pemberian nama.
Orang kristen juga menyambutnya dengan pemberian nama dan penyipratan air
baptis terhadap anak yang dilahirkannya.
Selanjutnya anak akan berkembang baik fisik maupun mental, mengikuti hari-hari perjalanan hidupnya. Berbicara mengenai hubungan antara pergaulan dalam keluarga dengan kemungkinan keadaan dan perkembangan keagamaan seorang anak. Sudah barang tentu peranan orang tua besar sekali dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian anak tersebut. Apabila kita melihat nilai-nilai moral sebagai nilai dasar yang dapat ditumbuhkan kepada anak, Lois Meek Stolz (1967) membagi nilai-nilai moral itu ke dalam enam macam, yaitu :
Selanjutnya anak akan berkembang baik fisik maupun mental, mengikuti hari-hari perjalanan hidupnya. Berbicara mengenai hubungan antara pergaulan dalam keluarga dengan kemungkinan keadaan dan perkembangan keagamaan seorang anak. Sudah barang tentu peranan orang tua besar sekali dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian anak tersebut. Apabila kita melihat nilai-nilai moral sebagai nilai dasar yang dapat ditumbuhkan kepada anak, Lois Meek Stolz (1967) membagi nilai-nilai moral itu ke dalam enam macam, yaitu :
(a)
Ketaatan
(b)
Agama
(c)
Tanggung Jawab
(d)
Moral
(e)
Keadilan
(f)
Kewarganegaraan
Dilihat dari
peranan orang tua, keenam aspek nilai-nilai moral di atas yang menjadi kunci
keberhasilan penanamannya adalah aspek ketaatan, sesuai dengan penempatan
urut-urutannya. Orang tua selayaknya meyakini bahwa ketaatan akan membawa nilai-nilai
yang lain. Lebih jauh ditegaskan bahwa ketaatan akan membawa pada pengendalian
emosi dan keselamatan anak. Bahkan seorang anak yang taat pada orang tuanya
akan menjadikan ia seorang yang lebih bertanggung jawab membantu dirinya untuk
lebih menghormati oarang lain, membuat dirinya lebih religius, mendapatkan
kegembiraan serta menjamin terpeliharanya kasih sayang orang tua.
Secara
umum, kesadaran beragama pada usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai
berikut ;
b)
Sikap
keagamaannya masih bersifat reseptif (menerima) meski banyak bertanya.
c)
Pandangan
keTuhanannya bersifat anthropormorph (dipersonifikasikan).
d) Penghayatan secara rohaniah masih
superficial (belum mendalam) meski telah ikut berpartisipasi dalam beribadah.
e)
Hal
keTuhanan dipandang secara khayalan sesuai taraf berpikirnya.
Pengetahuan anak tentang agama akan terus berkembang ketika mendengarkan ucapan-ucapan orang tuanya, melihat sikap dan prilaku orang tuanya saat beribadah, serta pengalaman dalam mengikuti ibadah dan meniru ucapan orang tuanya.
Pengetahuan anak tentang agama akan terus berkembang ketika mendengarkan ucapan-ucapan orang tuanya, melihat sikap dan prilaku orang tuanya saat beribadah, serta pengalaman dalam mengikuti ibadah dan meniru ucapan orang tuanya.
BAB III
INTEGRASI
DAN ANALISIS
A.
INTEGRASI
ASPEK BIOLOGIS
Perkembangan anak dilihat dari aspek
biologis mengindikasikan bahwa:
# proses kematangan motorik : daya tanggap
anak, kesenangan, kebiasaan, pergaulan dalam lingkungan dan motorik yang
merangsang kecerdasan anak.
# psikis anak : daya tahan tubuh anak, dan
kekebalan otot-otot motorik
ASPEK PSIKOLOGIS
Merangsang anak dalam perkembangan: Emosi,
mental, bahasa, intelegensi, moral dan kepribadian, dari aspek inilah
signifikasi perkembangan anak dapat terlihat jelas.
ASPEK AGAMA ISLAM
Aspek ini tidak akan terlepas dari bimbingan
orang tua, anak hanya mentaati perintah yang ada, perkembangannya dapat dilihat dari ketaatan
si aanak tersebut dalam perjalanan pendidikannya yang tak lepas dari pengaruh
lingkungan.
B.
ANALISIS
Dari pemaparan yang ada dapat di indikasikan
bahwa: perkembangan anak sangatlah dipengaruhi oleh orang-orang terdekatnya dan
lingkungan itu sendiri. Perkembangan yang dapat dilihat secara signifikan
terdapat pada aspek sikologi anak yang terlihat secara langsung dalang
pergaulan kesehariannya. Namun tak lepas dari perkembangan biologi dan
perkeembangan Agama pada anak tersebut. Pemenuhan nutrisi dan gizi anak dapat
mempengaruhi perkembangan anak yang positif serta pemenuhan pendidikan anak
akan mendorong pada perkembangan kepribadian dan mentalitas anak yang kuat.
BAB IV
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
* Masa anak-anak terjadi pada usia 2 s.d 13
atau 14 tahun. Yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu masa anak-anak awal (
TK ) dan masa anak-anak akhir ( SD ). Masa anak-anak awal terjadi pada usia 2
s.d 6 tahun dan masa anak-anak akhir terjadi pada usia 6 s.d usia matang secara
seksual. Pada masa anak-anak awal disebut juga :
- usia sulit mengundang masalah - usia menjelajah
- usia bermain -
usia bertanya
- usia prasekolah - usia meniru
- usia berkelompok
* Masa anak-anak akhir terjadi pada usia 6 s.d
usia matang secara seksual.
* Aspek perkembangan fisik/motorik
- sistem syaraf -
kelenjar endokrin
- otot-otot -
struktur fisik/tubuh
* Aspek perkembangan sosial
- pembangkang -
kerjasama
- agresi -
berkuasa
- bertengkar -
mementingkan diri sendiri
- menggoda -
simpati
- persaingan
* Aspek perkembangan kepribadian
- emosi
-
konsep diri
DAFTAR
PUSTAKA
Hurlock,
Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan.
Jakarta : Erlangga.
Jurnal Penyelidikan
IPBL Jilid 7. 2006. Pemerolehan Bahasa Kanak-Kanak; Satu
Analisis Sintaksis. Jakarta
: Erlangga.
Syamsu
Yusuf. 2002. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung : PT
Rosdakarya Offset.
Zulkifli.
1987. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosda Karya.
|
[1] Elizabeth B.
Hurlock, Psikologi Perkembangan, hal 105
[2] Syamsu Yusuf, Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja, hal 101-105
[3] Ibid, hal
114-118
[4] Ibid, hal
122-125
[5] Zulkifli, Pikologi
Perkembangan, hal 58-59
[6] Jurnal
Penyelidikan IPBL Jilid 7, Pemerolehan Bahasa Kanak-kanak, hal 88
[7] http://www.mimpsy.blog.frienster.com
[8] Elizabeth B.
Hurlock, Psikologi Perkembangan, hal 123
Tidak ada komentar:
Posting Komentar