BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kegiatan Observasi
merupakan upaya proses pembelajaran dengan
secara langsung terjun dan mengamati di lapangan untuk mengetahui realita yang
terjadi di dalam masyarakat setelah kita dibekali dengan segudang teori tentang
realita di dalam masyarakat. Kegiatan Observasi pada Jurusan Bimbingan Dan
Konseling Islam (BKI) Fakultas Ushuluddin Adab Dan Dakwah merupakan bagian dari
mata kuliah Etika Profesi Konseling Islam yang wajib bagi mahasiswa semester V
(Lima) dengan bobot 2 SKS.
Jurusan Bimbingan
Dan Konseling Islam (BKI) mempunyai ruang lingkup kajian masalah, diantaranya
seputar Konseling Pra pernikahan, Penyuluh Agama dan lain-lain. Teori yang di pelajari di kampus tak selalu sejalan dengan dinamika yang
ada di dalam masyarkat. Oleh karena itu, diadakannya kegiatan observasi ini
merupakan usaha menyempurnakan pengalaman yang diperlukan mahasiswa sehingga
menjadi kompetensi bagi mahasiswa dalam meraih profesi di bidang tersebut.
Selain itu, Observasi ini merupakan
lapangan untuk mengetahui sejauh mana profesionalisme mahasiswa dalam
me-aplikasikan ilmu yang telah didapatinya. Agar tidak ketinggalan dengan
mahasiswa Bimbingan Konseling Islam lainnya. Maka dari itu, tidak hanya dalam
ranah keislaman saja, tapi juga di ranah umum.
Sehingga, Observasi tersebut dirasa
perlu untuk dilaksanakan. Selain dapat aplikasi diri, juga dapat mengetahui
secara langsung peran-peran di dalamnya, untuk kemudian dapat menduduki jabatan
tersebut. Misalnya : Bagaimana sebenarnya tugas Penyuluh Agama dalam Pengadilan
Agama/Pengadilan Negri, Kemudian Konseling Pernikahan saat bertutur dan menghadapi
orang yang berperkara, dan lain-lain. Maka, praktek ini perlu dilaksanakan,guna
menunjang kreatifitas diri dan kesiapan dalam bersaing di dunia konseling dan
realita kehidupan yang ada.
Observasi adalah kegiatan intra kulikuler
yang dilaksanakan oleh mahasiswa dalam bentuk latihan keterampilan, penambahan
wawasan, dalam rangka penguasaan kompetensi sesuai dengan program studi yang
terkait sebagai bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan kurikulum Fakultas
Ushuluddin Adab Dan Dakwah.
Maka dari itu, observasi tersebut
melibatkan instansi-instansi yang berkompeten dalam bidangnya, seperti : Kantor
Urusan Agama (KUA) Talun, yang diintegralkan dengan kemampuan mahasiswa dalam
urusan Konseling Pernikahan, Dan lain-lain.
B.
Tujuan Observasi
Diadakannya observasi, bertujuan untuk mengeteahui tata cara
Konseling Pernikahan di KUA. Dalam hal keilmuan tidak hanya teori, namun
dibutuhkan pula praktek langsung, karena teori tanpa praktek kurang afdol.
Inilah tujuan observasi yang kami laksanakan, agar ilmu yang kita dapatkan di
perkuliahan bisa direalisasikan dengan kenyataan dan kita tahu apa yang kita
pelajari bukan hanya teori-teori saja, melainkan kita juga tahu secara praktek Konseling
Pernikahan yang ada di Indonesia.
Selain untuk menambah pengetahuan
serta pengalaman juga untuk melengkapi kekurangan yang ada didalam teori, serta
untuk merealisasikan ilmu yang sudah kita terima dari perkuliahan selama ini.
Inilah tujuan yang paling mendasar kami mengadakan observasi tetang Konseling
Pernikahan yang ada di Negara kita khususnya di KUA kecamatan Talun Kabupaten
Cirebon.
C. Manfaat Observasi
Manfaat dari observasi yang kami
lakukan sangatlah banyak, selain untuk melaksanakan tugas, namun yang lebih
bermanfaat untuk kami kedepannya yaitu kita mengetahui bagaimana melakukan
konseling terhadap seseorang sebelum menikah atau seseorang yang mempunyai
masalah dalam pernikahannya sehingga kami ketika menjadi Penyuluh Agama atau
Konselor Pernikahan tidak semena-mena memutuskan sesuatu.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tugas dan Wewenang KUA
dalam Penanganan NTCR dan Wakaf
Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan
instansi pemerintah di Kecamatan yang bergelut dalam keislaman. Yakni berkaitan
dengan Nikah, Talak, Cerai, Rujuk (NTCR) dan Wakaf. Akan tetapi, setelah
munculnya UU No. 7 tahun 1989, urusan talak dan cerai menjadi wewenang
Pengadilan Agama. Kantor Urusan Agama, tidak hanya berhenti di situ saja, tapi
juga berperan dalam hal penasihat, pembinaan, dan pelestarian perkawinan yang
dikenal dengan BP4.
Sebagaimana UU No. 1 tahun 1978,
Pasal 5 (1),(2) dan (3) yakni :
1) Kepala KUA ditunjuk sebagai Petugas Pencatat
Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).
2) Administrasi perwakafan diselenggarakan oleh
Kantor Urusan Agama Kecamatan.
3) Dalam hal suatu Kecamatan tidak ada Kantor
Urusan Agama-nya, maka kepala Kanwil Depag menunjuk kepala KUA terdekat sebagai
Pegawai Pencatat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) di Kecamatan tersebut.
Tugas Pokok KUA sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan
Mentri Agama No. 517 tahun 2001 tentang Penataan Organisasi KUA Kecamatan
adalah melaksanakan sebagian tugas Kementrian Agama Kabupaten, maka KUA
memiliki fungsi, antara lain :
a) Menyelenggarakan statistik dan
dokumentasi;
b) Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan
surat, kearsipan, pengetikan, dan rumah tangga Kantor Urusan Agama Kecamatan;
c) Melaksanakan pencatatan nikah dan
rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, baitul mal, dan ibadah
sosial, kependudukan dan pengembangan keluarga sakinah sesuai dengan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Jadi, Kepala KUA tidak hanya berkutat dalam urusan nikah
atau rujuk saja. Melainkan bertugas sebagai Pegawai Pencatat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) kaitannya dengan perwakafan dan urusan-urusan lain yang berhubungan
dengan urusan agama Islam. Yang mana, hal tersebut dilaksanakan sesuai dengan
petunjuk atau aturan yang ada. Seperti : UU No. 1 tahun 1978 tentang
Perwakafan, UU No. 22 tahun 1946 tentang Pencatatan NTCR, Keputusan Mentri
Agama No. 517 tahun 2001 tentang Tugas/Fungsi KUA, dll.
B. Tugas dan Wewenang
Pengadilan Agama
Pengadilan Agama merupakan instansi
Negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman secara merdeka dan mandiri, serta
tidak boleh tercampuri oleh kepentingan lain. Pengadilan Agama merupakan
peradilan yang berada di ibu kota/Kabupaten. Sebagai tingkat pertama,
Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara-perkara orang yang beragama islam dalam bidang :
pernikahan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shodaqoh, dan ekonomi
syari’ah (Pasal 49, UU No. 3 tahun 2006). Hal ini termaktub dalam UU No. 7
tahun 1989 tentang Pengadilan Agama, UU No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan UU
No. 7 tahun 1989 dan UU No. 50 tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas UU No.7
tahun 1989
Asas yang digunakan dalam Pengadilan
Agama adalah asas personalitas dan obyektifitas. Selain itu, Pengadilan Agama
memiliki dua kompetensi, yaitu : kompetensi absolut dan kompetensi relatif.
Pengadilan pun tidak membeda-bedakan orang dalam mengadili menurut hukum.
Sebagaimana UU No.7 tahun 1989, pasal 58, bahwa pengadilan membantu para
pencari keadilan dengan proses cepat dan biaya ringan. Sedangkan di dalam pasal
59, sidang pemeriksaan terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan
lain dan rapat musyawarah hakim bersifat rahasia. Yang lain dalam peradilan ini
adalah hakim mengupayakan damai di setiap kali persidangan dibuka. Sehingga
hakim mengupayakan para pihak untuk tidak bersengketa dan bersatu kembali. Pengadilan
baru akan mengabulkan permohonan atau gugatan, ketika kedua belah pihak memang
sudah tidak bisa berdamai dan tidak dapat disatukan kembali.
BAB
III
PEMBAHASAN
1.1 PERKAWINAN/ PERNIKAHAN
Perkawinan menurut UU No. 1 Tahun
1974 dalam pasal 1 yaitu “Ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Ynag Maha Esa.”
Perkawinan juga merupakan suatu
peristiwa yang sangat bersejarah dalam
lembaran hidup bagi mereka yang telah melangsungkan sehingga menyebabkan
terlibatnya seluruh kerabat, bahkan anggota masyarakatpun kadang-kadang
memberikan doa yang berupa petuah-petuah dan nasehat pada pasangan suami dan istri itu agar rumah
tangga yang dibina hidp dalam kerukunan, bahagia dan sejahtera. UU perkawinan
dan penjelasan umum menjelaskan tentang prinsip-prinsip atau asas-asas
perkawinan sebagai berkut.
1.2 Asas- asas
perkawinan menurut UU No. 1 th 1974
Asas- asas yang terkandung dalam UU perkawinan sesuai
dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945, maka UU ini harus dapat mewujudkan
prinsip- prinsip yang terkandung dalam Pancasiladan UUD 1945, dan harus dapat
menamoung segala yang hidup dalam masyarakat. Asas- asas ini tercantum dalam pada
penjelasan umum tiga UU perkawinan.
Asas- asas yang tercantum adalah :
- Bahwa perkawinan adalah untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, keduanya dapat mengembangkan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan yang bersifat material dan spiritual.
- Perkawinan sah bilamana dilakukan menurut hukum masing- masing agama dan kepercayaannya, dan di samping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut perundangan yang berlaku.
- Perkawinan harus memenuhi administrasi dengan jalan mencatatkan diri pada kantor pencatatan yang telah ditentukan oleh perundang- undangan.
- Perkawinan menurut asas monogami, meskipun tidak bersifat mutlak karena masih ada kemungkinan untuk beristri lebih dari seorang, bila dikehendaki olehpihak- pihak yang bersangkutan dan ajaran agamanya mengijinkan untuk itu ketentuan harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang- undang.
- Perkawinan dilakukan oleh pihak yang telah matang jiwa raganya atau telah dewasa, kematangan ini sesuai dengan tuntutan jaman di manabaru dilancarkan keluarga berencana dalam rangka pembangunan nasional.
- Memperkecil dan mempersulit perceraian.
- Kedudukan suami istri dalam kehidupan perkawinan adalah seimbang baik kehidupan rumah tangga maupun dalam kehidupan masyarakat.
Melaksanakan perkawinan bertujuan
untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha
Esa. Tetapi kadang terjadi sebaliknya, di dalam rumah tangga yang terbentuk itu
tidak terdapat kerukunan dimana suami dan istri , karena sebab-bebab tertentu
yang tidak dapat diperbaiki oleh kedua belah pihak, sehingga mengakibatkan
perkawinan itu tidak dapat diteruskan lagi dan harus terputus di tengah jalan.
Kehidpan
perkawinan dalam masyarakat terkadang dengan suatu sebab atau beberapa sebab
menjadi buruk, bahkan kadang-kadang buruknya tersebut tidak dapat diperbaiki
lagi, dan kehidupan antara suami dan istri tidak dapat di lanjutkan lagi, maka
terjadilah perceraian.
Undang-undang
perkawinan mengatur secara ketat untuk mencegah dan membatasi terjadinya
perceraian serta tidak membolehkan mereka yang akan melakukan perceraiann hanya
dengan permufakatan serta ditetapkan oleh pengadilan. Maka bagi mereka yang
beragama Islam dapat di selesaikan di Kantor Pengadilan Agama.
Seiring
dengan dipersulitnya perceraian, maka perceraian mungkin dilaksanakan dengan
salah satu alasan yang sah menurut peraturan yang berlaku. UU perkawinan yaitu
UU No. 1 tahun 1974 dengan aturan pelaksanaan PP No. 9 Tahun 1975 dalam pasal
919 mengemukakan secara rinci alasan-alasan untuk dapat melakukan tata cara
perceraian, yaitu pasal 14 s.d 36. dari pasal-pasal tersebut dapat diketahui
bahwa ada 2 macam perceraian yaitu :
1 .
Cerai Talak
Khusus bagi mereka yang beragama
Islam, seperti dalam pasal 4 peraturan pelaksanaan disebutkan, seorang suami
akan menceraikan istrinya mengajukan surat kepada pengadilan di tempat
tinggalnya, ynag berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya
dsertai dengan alasannya serta meminta kepada pengadilan agar diadakan siding
untuk keperluan itu.
2. Cerai
Gugat
maksud dari cerai Gugat adalah
perceraian yang disebabkan adanya suatu gugatan lebih dahulu oleh salah satu
pihak kepada pengadilan dan dengan putusan pengadilan.
1.2 Bimbingan Konseling Perkawinan
Bimbingan Konseling Perkawinan
merupakan salah satu layanan konseling yang semakin memiliki urgensi penting
seiring dengan kompleksitas masalah manusia. Urgensi Bimbingan Konseling
Perkawinan paling tidak dapat dilihat dari beberapa aspek berikut :
1.Masalah perbedaan individu
a) Perkawinan merupakan pentautan
dua individu laki-laki dan perempuan, dimana secara kodrat dua mahluk ini
memanng memiliki perbedaan menetap. Disisi lain sesuai dengan perkembangan
budaya masyarakat baik laki-laki dan perempaun memiliki peran yang berbeda yang
membutuhkan penyesuain diri setelah mereka terikat dengan perkawinan.
b) Masing –masing individu yang unik
tersebut memilki perbedaan yang tidak selamanya bisa disatukan sehingga manakala
hal ini terjadi masalah dalam rumah tangga kerap terjadi. Manakala poblem
intern tidak bisa diselesaikan bersama, disinilah mereka pasangan suami
isterimembutuhkan sebuah layanan bimbingan Konselingperkawinan sebagai salah
satu upaya mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapai.
c) Masalah kebutuhan Perkawinan pada
dasarnya merupakan manifestasi dari pemenuhan kebutuhan manusia yang beragam,
baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial bahkan agama.
d ) Kebutuhan-kebutuhan tersebut
seyogyanaya bisa terus dipenuhi dan dilengkapi sebagai bagian dari tugas
institusi keluarga.
e) Perkawinan merupakan sebuah
proses hidup yang dijalani mansuia dan mennutut adanya kedewasaan dan kesiapan
diri dari pihak suami maupun isteri.
f) Perkembangan individu baik laki-laki
dan perempuan memiliki irama yang berbeda antara satu dengan lainnya.
g) Masalah latar belakang
sosio-kultura
o Pernikahan merupakan ikatan antara
laki-laki dan perempuan yang syahkan atas nama agama dan hukum negara
o Pernikahan merupakan proses hidup
bersama antara dua individu dengan berbagai latar belakang yang berbeda
terutama perbedaan sosio kultural.
o Perbedaan ini dapat dijembatani oleh
adanya Layanan bimbingan konseling perkawinan.
Bimbingan konseling perkawinan
adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar dalam menjalankan
perkawinan dan kehidupan berumah tangganya bisa selaras dengan ketentuan dan
petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat
(Musnamar, 1992: 70).
Dalam proses konseling pranikah,
konselor perlu menanamkan beberapa faktor penting yang menjadi prasyarat
memasuki perkawinan dan berumah tangga. faktor-faktor tesebut adalah :
2. Faktor fiologis dalam perkawinan
: kesehatan pada umumnya, kemampuan mengadakan hubungan seksual. Faktor ini
menjadi penting untuk dipahami pasangan suami isteri, karena salah satu tujuan
perkawinan adalah menjalankan fungsi Regenerasi (meneruskan keturunan
keluarga). Pemahaman kondisi masing-masing akan memudahkan proses adaptasi
dalam hal pemenuhan kebutuhan ini.
3. Faktor psikologis dalam
perkawinan : kematangan emosi dan pikiran, sikap saling dapat menerima dan
memberikan cara kasih antara suami isteri dan saling pengertian antara suami
isteri.
4. Faktor agama dalam perkawinan,
Faktor agama merupakan hal yang penting dalam membangun keluarga. Perkawinan
beda agama akan cenderung lebih tinggi menimbulkan masalah bila dibandingkan
dengan perkawinan seagama.
5.Faktor komunikasi dalam
perkawinan, Komunikasi menjadi hal sentral yang harus diperhatikan oleh
pasangan suami isteri. Membangun komunikasi yang baik menjadi pintu untuk
menghindari kesalahpahaman yang dapat memicu timbulnya konflik yang lebih besar
dalam keluarga.
Asas–asas
Bimbingan Konseling Perkawinan Islam :
a)
Asas kebahagian dunia akhirat
b)
Asas sakinah mawadah warahmah
c)
Asas sabar dan tawakal
d)
Asas komunikasi dan musyawarah
e)
Asas manfaat
1.3
Kegiatan Bimbingan Konseling Di KUA Talun
Kursus calon pasangan pengantin merupakan bagian dari proses
mediasi atau bimbingan konseling perkawinan, karena didalam kegiatan kursus
untuk calon pasangan pengantin baru tersebut bertujuan untuk membimbing calon
pengantin agar dapat membina rumah tangga yang sakinnah, mawaddah, dan
warrahmah serta dalam kegiatan kursus calon pengantin juga diajarkan tentang
manajemen didalam membangun keluarga yang harmonis sehingga ketika ada
permasalahan dikemudian hari dapat diselesaikan dengan musyawarah sehingga tidak
serta merta mengakhiri rumah tangga dengan jalan perceraian, karena pada
dasarnya tujuan rumah tangga adalah
mewujudkan suatu kehidupan keluarga yang aman,tentram, rukun, dan damai yang di
ikat dengan rasa cinta dan ksih sayang.
1.3
Upaya lembaga BP4 dalam Pencegahan
Perceraian
Lembaga penasehat perkawinan dan
pelestarian ( BP4) bukan merupakan badan/instansi pemerintah resmi, tetapi BP4
merupakan badan lembaga semi resmi yang ada di lingkungan departemen agama. BP4
ini bertujuan untuk membantu memberikan nasehat bagi pasangan suami istri yang
tidak jadi bercerai. Melihat kenyataan yang ada pada tingkat perceraian yang
terjadi di Pengadilan agama yang dapat di damaikan, maka BP4 membantu untuk
menangani masalah tersebut. Upaya ynag dilakukan dalam pencegahan percerain
adalah dengan memberikan nasehat-nasehat, pengarahan-pengarahan agar pasutri
ini rukun kembali sehingga rumah tangga yang telah dibentuk hidup dalam
kerukunan, kebahagiaan dan kesejahteraan.
1.4 Langkah-Langkah Menuju Rumah Tangga Yang Idel
1.
Awali niat yang
benar atau luruskan niat menikah untuk ibadah dan mencari ridho allah
2.
Lakukan sholat
zawaj (sholat pernikahan) 2 rakat, rasulullah swa bersabda : jika seseorang
kawin, maka pada malam pertama hendaklah dia melakukan sholat 2 rakaat, seraya
menyuruh sang istri turut sholat dibelakangnya, sesungguhnya allah akan
menjadikan kebutuhan dalam rumah tangga (HR.Bazzar)
3.
Awali hubungan
suami istri dengan doa untuk hubungan suami istri
4.
Fahami hak dan
kewajiban masing-masing sebagai suami maupun istri
5.
Hindari
pertengkaran dalam rumah tangga sebab akan berakibat jauh dari rizqi.
6.
Jika ada
kesalahan dari pasangan hendaklah dikomunikasikan dengan baik, jangan cepet
mengambil keputusan emosional bahkan membawa pihak ketiga.
7.
Musyawarah
setiap ada maslah yang muncul dalam keluarga
8.
Isi kehidupan
rumah tangga dengan perbekalan taqwa
9.
Selalu ingin
berbuat baik yang dimulai dari diri sendiri
10.
Selalu ingin
memperbaiki kekurangan diri sendiri, sbaliknya memahami kekurangan pasangannya
11.
Jangan terlalu
mudah mengucapkan kata cerai bagi suami dan istri jangan terlalu mudah
mengucapkan permintaan cerai kepada suami
12.
Tumbuhkan rasa
saling memiliki, memhami, dan rasa percaya
13.
Hilangkan rasa
curiga, cemburuh dan buruk sangka yang berlebihan kepada pasangan
14.
Senantiasa
sabar, ikhtiar dan tawakal serta ikhlas atas segala permasalahan yang muncul
dalam rumah tangga.
1.4 Prosedur Pernikahan Di
KUA Talun
a.
Seseorang yang
akan melangsungkan pernikahan wajib mengikuti kursus calon pengantin, karena
itu merupakan bagian dari mediasi serta kemantapan dalam membina rumah tangga.
b.
Jika calon
pengantin belum cukup umur untuk menikah sebagaimana ketentuan peratuaran
pemerintah untuk usia perempuan minimal 16 tahun sedangakan untuk pria 19 tahun,
maka calon pasangan pengantin tersebut wajib ke kantor pengaduan agama terlebih
dahulu.
c.
Calon pengantin
memberikan keterangan kepada pihak desa terlebih dahulu kemudia ke KUA,
maxsimal 10 hari sebelum hari H, jika menikah atau daftar 2 hari sebelum hari H
harus ke kecamatan meminta surat dispensasi.
d.
Pasangan calon
pengantin wajib membawa KTP, KK serta Ijazah
e.
Keluarga pria
dan keluarga wanita wajib memenuhi undangan dari pihak KUA, agar bisa
mengetahui proses pernikahan dan tanggung jawab kedua belah pihak dalam membin
rumah tangga.
f.
Proses mendiasi
dilakukan 2 hari dalam seminggu senin dan kamis.
LAMPIRAN
PROFIL KEGIATAN DI KUA TALUN
1.
Proses
sertifikasi tanah waqaf
2. Biaya nikah
3.
Proses nikah
atau rujuk 4. Tempat balai nikah
5. Bimbingan
orang yg mau nikah 6. Materi
bimbingan
7. Syarat
–syarat menikah 8.
Observasi wawancara
9. wawancara dengan 10. Piagam kursus calon pengantin
kepala KUA
11. Rumah
tangga yang ideal 12. Foto
bareng pegawai KUA
Struktur Organisasi Pegawai KUA
Kecamatan TALUN
No
|
Nama
|
NIP/ KARPEG
|
Jabatan
|
Pendidikan
|
1
|
H. Wawan HermawanM.H.I
Cirebon, 24 September 1974
|
1974112420021210004
|
Kepala
|
S2
|
2
|
Hj. Eli Nurlaili S.Ag
Cirebon, 14 Juni 1972
|
1972061420021220002
|
Pelaksana
|
S1
|
3
|
Komarudin S.Ag
Cirebon, 11 April 1975
|
1975041120090110009
|
Pengadministrasi
|
S1
|
4
|
Agus Sugandi
Cirebon, 02 Agustus 1975
|
1975080220080110009
|
Penghulu
Muda
|
S1
|
5
|
Saefudin S.TH.I
Cirebon, 27 Januari 1978
|
197801272009121001
|
Calon
Penghulu
|
S1
|
6
|
M.Mumu Muhibullah S.TH.I
Indramayu, 05 Mei 1980
|
198005052009011020
|
Penyuluh
Agama
|
S1
|
7
|
H. Abu Bakar Siddiq M.Pd
Cirebon 20 September 1959
|
195909201987031002
|
Pengawas
Pendais
|
S2
|
8
|
Abdul Jabar S.EI
Cirebon, 12 Mei 1984
|
|
Staff
Honorer
|
S1
|
9
|
Nurlaeliyah S.SY
Cirebon, 08 Januari 1983
|
|
Staff
Honorer
|
S1
|
Glosarium
-
Sakinah adalah
berarti tentram, tenang, rukun, harmonis, dan damai tidak ada gejolak, keluarga
sakinah yaitu suatu kondisi rumah tangga dimana dalam rumah tangga itu tercipta
ketentraman, ketenangan, kerukunan, keharmonisan, kedamaian dan tidak ada
gejolak.
-
Mawaddah adalah
rasa cinta seorang suami kepada istri atau rasa cinta istri kepada suami yang
biasanya di dasari pada hal-hal bersifat lahiriah (kecantikan atau ketampanan
dan lain-lainnya.
-
Warohmah adalah
kasih sayang sesorang suami kepada istri atau kasih sayang istri kepada suami
agar tidak ada keburukan di antara pasangannya.
Daftar
Pustaka
·
Blocher,
DH. 1987. The Professional Counselor. New York : Macmillan Publishing
Company
·
Nurihsan,
AJ. 2007. Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung
: PT Refika Aditama
·
Sudrajat,
Ahmad. 2010. Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/02/03/evaluasi-program-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah/
·
Wibowo,
ME. 2002. Konseling Perkembangan: Paradigma Baru dan Relevansinya di Indonesia.
·
Wawancara
dengan Bapak H. Wawan
Hermawan M.H.I, sebagai Kepala KUA Talun
·
Wawancara
dengan Ibu Hj. Eli Nurlaili S.Ag, sebagai Pelaksana Kegiatan Di KUA Talun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar