Total Tayangan Halaman

Rabu, 05 November 2014

Perkembangan kanak-kanak awal



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Psikologi perkembangan adalah adalah cabang psi. yang mempelajari tentang perkembangan dan kemunduran tingkah laku manusia dengan mempertimbangkan secara ontogenetic dan phylogenetik.
Pada kesempatan kali ini kami akan membahas tentang perkembangan masa kanak-kanak awal dan akhir.

B.       Rumusan Masalah
Permasalahan-permasalahan utama yang akan kami bahas yaitu seputar : pengertian masa kanak-kanak awal dan akhir, aspek perkembangan: fisik atau motorik, emosi, social, intelligensi atau kognisi, bahasa, kepribadian, moral, dan agama serta implikasi terhadap pendidikan agama.

C.      Tujuan Penulisan 
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas tentang berbagai hal yang berhubungan dengan  pengertian masa kanak-kanak awal, pengertian masa kanak-kanak akhir, aspek perkembangan: fisik atau motorik, emosi, social, intelligensi atau kognisi, bahasa, kepribadian, moral, dan agama serta implikasi terhadap pendidikan agama serta untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan.








BAB II
SUBSTANSI
ASPEK BIOLOGIS
Masa anak-anak dimulai kira-kira usia 2 tahun sampai kira-kira usia 13 tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk pria. Masa anak-anak dibagi menjadi dua yaitu masa anak-anak awal dan masa anak-anak akhir. Masa anak-anak awal berlangsung dari umur 2 tahun s.d. umur 6 tahun dan masa anak-anak akhir dari 6 tahun sampai dengan pubertas. Masa anak awal disebut juga sebagai:
1.    Usia sulit atau mengundang masalah
2.    Usia Bermain
3.    Usia Prasekolah
4.    Usia Berkelompok
5.    Usia Menjelajah
6.    Usia Bertanya
7.    Usia Meniru
A.      Aspek Perkembangan Fisik Atau Motorik Masa Kanak-Kanak Awal Dan Akhir
Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang komplek dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode prenatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini, Kuhlen dan Thompson.[1]mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu:
1.    System syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi.
2.    Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik.
3.    Kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru.
4.    Stuktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.
Perkembangan ketrampilan motorik merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan pribadi secara keseluruhan. Beberapa alasan tentang fungsi perkembangan motorik bagi konstelasi perkembangan individu, yaitu:
1.    Melalui ketrampilan motorik anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki ketrampilan memainkan boneka.
2.    Melalui ketrampilan motorik anak dapat beranjak dari kondisi “helplessness” (tidak berdaya) pada bulan-bulan pertama dalam kehidupannya, kekondisi yang “independence” (bebas, tidak bergantung). Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat yang lainnya, dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan menunjang perkembangan “self confidence” (rasa percaya diri).
3.    Melalui ketrampilan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah (school adjustment). Pada usia pra sekolah (taman kanak-kanak) atau usia kelas-kelas awal Sekolah Dasar, anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar, melukis, dan baris-berbaris.
4.    Melalui perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain atau bergaul dengan teman sebayanya, sedangkan yang tidak normal akan menghambat anak untuk dapat bergaul dengan teman sebayanya bahkan ia kan terkucil atau menjadi anak yang “finger” (terpinggirkan).
5.    Perkembangan ketrampilan motorik sangat penting bagi perkembangan “self-concept” atau kepribadian anak.
Seiring dengan perkembangan motorik ini, bagi anak usia pra sekolah (taman kanak-kanak) atau kelas rendah SD, tepat sekali diajarkan atau dilatih tentang hal-hal berikut:
1.    Dasar-dasar ketrampilan untuk menulis (huruf arab dan latin) dan menggambar.
2.    Ketrampilan berolah raga (seperti senam) atau menggunakan alat-alat olah raga.
3.    Gerakan-gerakan permainan, sseperti meloncat, memanjat dan berlari.
4.    Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan kedisiplinan dan ketertiban.
5.    Gerakan-gerakan ibadah salat.[2]
ASPEK PSIKOLOGIS
A.      Aspek Perkembangan Emosi
1.    Pengertian Emosi
Menurut English and English, emosi adalah “A complex feeling state accompanied by characteristic motor and glandular activites” (suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar motoris).
2.    Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik Individu
Dalam pengertian di atas, dikemukakan bahwa emosi itu merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu. Contohnya: gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, dan sebagainya.
3.      Ciri-ciri Emosi
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologi mengandung ciri-ciri sebagi berikut:
1.    Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya seperti pengamatan dan berpikir.
2.    Bersifat fluktuatif (tidak tetap).
3.    Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.
4.      Pengelompokan emosi
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu:
1.    Emosi sensoris, adalah emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.
2.    Emosi psikis, adalah emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan. Yang termasuk emosi ini, di antaranya adalah:
¯ Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk: rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah, rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran, rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan-persoalan ilmiah yang harus dipecahkan.
¯ Perasaan sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini seperti: rasa solidaritas, persaudaraan, simpati, kasih sayangdan sebagainya.
¯ Perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik buruk atau etika (moral). Contoh: rasa tanggung jawab, rasa bersalah apabila melanggar norma, rasa tentram dalam menaati norma.
¯ Perasaan keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebenadaan maupun kerohanian.
¯ Perasaan ketuhanan, salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk tuhan, dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal tuhannya. Dengan kata lain, manusia dikaruniai insting religious (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, kemudian manusia dijuluki sebagai “Homo Divinas” dan “Homo Religius”, yaitu sebagai makhluk yang bertuhan atau makhluk beragama.
5.      Teori-teori emosi
a.    Canon Brand merumuskan teori tentang pengaruh fisiologis terhadap emosi. Teori ini menyatakan bahwa situasi menimbulkan rangkaian pada proses syaraf.
b.    Menurut teori James dan Lange, bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih.
c.    Lindsley mengemukakan teorinya yang disebut “activition theory” (teori penggerakan). Menurut teori ini emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak.
d.   Jhon B. Waston mengemukakan bahwa ada tiga pola dasar emosi, yaitu takut, marah, dan cinta. Ketiga jenis emosi tersebut menunjukkan respons tertentu pada stimulus tertentu pula, tetapi kemungkianan terjadi pula modifikasi (perubahan).[3]

B.       Aspek Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diriterhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi melebur diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti, dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajartentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orang tua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya.
Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial. Pada usia anak, bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu adalah sebagai berikut :
1.    Pembangkangan (negativisme), yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orangtua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak.
2.    Agresi (agression), yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan/keinginannya) yang dialaminya.agresi ini mewujud dalam perilaku menyerang, seperti: mencubit, memukul,menendang, dan sebagainya.
3.    Berselisih/ bertengkar (quarreling), terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung oleh sikap dan perilaku anak lain, seperti diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.
4.    Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan), sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang diserangnya.
5.    Persaingan (rivarly), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong (distimulasi) oleh orang lain. Sikap persaingan ini mulai terlihat pada usia empat tahun, semangat bersaing ini berkembang dengan lebih baik.
6.    Kerjasama (cooperation), yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum berkembang sikap bekerja samanya, mereka masih kuat sikap “self centered” nya.
7.    Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior), yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap “bossiness”.wujud dari tingkah laku ini seperti meminta,menyuruh, atau mengancam.
8.    Mementingkan diri sendiri (selfishness), yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. Anak ingin selalu dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak, maka dia protes dengan menangis, menjerit atau marah-marah.
9.    Simpati (simpaty), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerja sama dengannya . seiring dengan bertambahnya usia, anak mulai dapat mengurangi sikap “selfish” nya dan dia mulai mengembangkan sikap sosialnya, dalam hal ini rasa simpati terhadap orang lain.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosilanya, baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya.[4]

C.      Aspek Perkembangan Intelligensi Atau Kognisi
Pada dasarnya dalam keadaan pertumbuhan yang biasa, pikiran berkembang secara berangsur-angsur, sampai anak mencapai umur delapan sampai dengan 12 tahun, ingatannya menjadi kuat sekali biasanya mereka suka menghafal banyak-banyak. Anak mengalami masa belajar. Pada masa belajar ini anak menambah pengetahuannya, menambah kemampuannya untuk mencapai kebiasaan yang baik.
Anak tidak lagi bersifat egosentris artinya anak tidak lagi memandang diri sendiri sebagai pusat perhatian lingkungannya,. Anak mulai memperhatikan keadaan sekelilingnya dengan obyektif. Karena timbul keinginannya untuk mengetahui kenyataan, keinginan itu akan mendorongnya untuk menyelidiki segala sesuatu yang ada di lingkungannya.
Dalam masa anak sekolah, anak sangat suka mengumpulkan benda-benda seperti perangko, gambar-gambar, bungkus rokok, bungkus korek api, dan lain sebagainya. Perkembangan fantasi mengalami perubahan setelah anak berumur delapan tahun, dongeng-dongeng dan cerita yang fantastis sudah tidak disukai lagi karena kemampuan berfikirnya bertambah kritis. Mereka hanya mau menerima sesuatu yang masuk di akal. Sekarang anak lebih suka membaca cerita yang sungguh-sungguh terjadi, paling tidak cerita yang mendekati kenyataan. Perasaan, khayal, dan sugesti masih mempengaruhi cara berfikirnya, itulah salah satu alasannya mengapa kesaksian yang diberikan anak-anak belum dapat dipercaya sepenuhnya.[5]

D.      Aspek Perkembangan Bahasa
Kecerdasan atau intelegensia anak itu meliputi kecerdasan kognitif, emosi dan sosial. Pada usia batita, perkembangan kecerdasan anak ini tampak mengalami lonjakan besar. Dari mahluk kecil yang lemah dan “keberadaannya” kurang menonjol menjadi bagian dari keluarga yang justru nyaris menyedot hampir seluruh perhatian anggota keluarga lainnya.
Salah satu komponen yang mendukung anak dalam bersosial adalah bahasa. Dengan bahasa, anak dapat merespon segala rangsangan yang menghampirinya, hanya saja cara bayi merespon tidak seperti orang dewasa dalam menerapkan pola interaksi secara lazim. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.
Menurut Piaget, semua anak sejak lahir telah dilengkapi dengan alat nurani yang berbentuk mekanikal umum untuk semua kebolehan termasuk kebolehan berbahasa.[6]
Pada usia ini kemampuan anak untuk menyerap pengetahuan bahasa amat menakjubkan. Dan kalau anak mulai bisa menguasai bahasa dan bisa mengatakan maksudnya, maka ia akan lebih mudah dikendalikan.

E.       Aspek Perkembangan Kepribadian
1.    Perkembangan emosi
Emosi merupakan salah satu aspek perkembangan yang melekat pada diri anak-anak. Kondisi emosi itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu positif (misalnya, gembira) dan negatif (misalnya sedih). Konsep emosi cukup penting bila dikaitkan dengan fungsinya dalam hubungan interpersonal.
Dalam hal ini, ekspresi emosi akan menjadi fasilitasi bagi seorang anak untuk dapat mengungkapkan perasaannya, perilakunya, serta keinginan-keinginannya. Pada hubungan antara anak dan orangtua, ekspresi emosi merupakan bahasa pertama kali dalam berkomunikasi. Seorang bayi telah mampu bereaksi terhadap ekspresi wajah dan nada suara orang tuanya.
2.    Perkembangan konsep diri
Aspek lain dalam perkembangan kepribadian anak adalah pemahaman atau konsep diri. Pada masa kanak-kanak awal, anak biasanya memiliki pemahaman diri yang bersifat fisik ataupun aktivitas yang mereka lakukan. Ketika anak ditanya tentang siapa mereka, maka jawaban yang muncul biasanya berkisar pada ukuran tubuh atau aktivitas yang disenanginya. Konsep pemahaman diri ini menjadi lebih bersifat internal pada masa kanak-kanak menengah dan akhir. Anak-anak yang berada pada tingkat Sekolah Dasar telah mampu menyebutkan sifat-sifat psikologis dalam mendeskripsikan dirinya. Di samping itu, aspek sosial cukup memegang peranan besar dalam memahami konsep dirinya. Pada saat ini, anak mulai membandingkan keadaannya dengan keadaan orang-orang di sekelilingnya, terutama dengan teman sebayanya.[7]

F.       Aspek Perkembangan Moral
Perkembangan moral pada masa kanak-kanak awal masih dalam tingkat yang rendah, karena perkembangan intelektual anak-anak belum mencapai titik di mana ia dapat mempelajari atau menerapkan prinsip-prinsip abstrak tentang benar dan salah, tidak mempunyai dorongan untuk mengikuti peraturan peraturan karena tidak mengerti manfaatnya sebagai anggota kelompok social.
Tahap ini ditandai dengan apa yang oleh Piaget disebut “moralitas melalui paksaan”, artinya anak-anak secara otomatis mengikuti peraturan-peraturan tanpa berpikir atau menilai, menganggap orang dewasa yang berkuasa sebagai maha kuasa, menilai semua perbuatan sebagi benar atau salah berdasarkan akibat-akibatnya, bukan berdasar pada motivasi yang mendasarinya.
Kohlberg memasukkan dua tahapan dari tingkat perkembangan pertama ini yang ia sebut sebagai “moralitas prakonvensional”. Dalam tahap pertama, anak berorientasi patuh dan hukuman dalam arti ia menilai benar salah berdasarkan konsekuensi fisik. Dalam tahap kedua, anak menyesuaikan diri dengan harapan social agar dipuji.[8]
1.    Disiplin dalam awal masa kanak-kanak
Disiplin ialah cara masyarakat mengajarkan perilaku moral kepada anak agar diterima kelompok. Ada tiga unsur penting dalam disiplin: peraturan dan hukum yang berfungsi sebagai pedoman bagi penilaian yang baik, hukuman bagi pelanggaran peraturan dan hukum, dan hadiah untuk perilaku yang baik atau usaha untuk berperilaku social yang baik.
Ada tiga jenis disiplin yang digunakan pada awal masa kanak-kanak.
1.    Disiplin otoriter
2.    Disiplin yang lemah
3.    Disiplin demokratis
Penerapan disiplin yang berbeda akan mendapatkan hasil yang berbeda pula.
1.    Pengaruh pada perilaku
·       Disiplin lemah; anak akan mementingkan diri sendiri, tidak menghiraukan hak orang lain, agresif dan tidak social.
·       Disiplin otoriter; anak akan sangat patuh pada orang dewasa, agresif dengan teman sebaya.
·       Disiplin demokratis; anak akan belajar mengendalikan perilaku yang salah dan mempertimbangkan hak-hak orang lain.
2.    Pengaruh pada sikap
·       Disipin otoriter; anak cenderung membenci oarng yang berkuasa, merasa diperlakukan tidak adil.
·       Disiplin lemah; benci terhadap orang yang berkuasa, merasa bahwa orang tua seharusnya memperingatkan bahwa tidak semua orang dewasa mau menerima perilaku yang tidak disiplin.
·       Disiplin demokratis; menyebabkan kemarahan sementara namun bukan kebencian.
3.    Pengaruh pada kepribadian
·       Semakin banyak hukuman fisik, anak semakin cemberut karena kepala dan negativistic.
·       Penyesuaian pribadi dan social yang buruk.
·       Mempunyai penyesuaian pribadi dan social yang terbaik.
4.    Pelanggaran
Pelanggaran adalah bentuk ringan dari menyalahi aturan atau perbuatan yang keliru. Pelanggaran pada masa awal kanak-kanak disebabkan oleh tiga hal; pertama, ketidaktahuan bahwa perilakunya tidak dibenarkan oleh kelompok social, atau lupa dan tidak mengerti dalam situasi apa peraturan itu berlaku. Kedua, anak belajar bahwa sengaja tidak patuh pada hal yang kecil umumnya akan mendapat perhatian yang besar daripada perilaku yang baik. Ketiga, dapat disebabkan oleh kebosanan, dengan melakukan kehebohan dll.
5.    Bahaya moral
Secara umum ada empat bahaya moral dalam tahap awal masa kanak-kanak. Pertama, disiplin yang tidak konsisten memperlambat proses untuk belajar menyesuaikan diri dengan harapan social. Kedua, kalau anak tidak ditegur atas perbuatan-perbuatan yang melanggar dan kalau anak dibiarkan memperoleh kepuasan sementara dari kekaguman dan iri hati teman-teman terhadap perilakunya yang salah, maka hal ini akan mendorong anak untuk terus mempertahankan perilaku yang salah. Ketiga, terlampau banyak penekanan pada hukuman terhadap perilaku salah dan terlampau sedikit penekanan pada sikap yang kurang baik kepada orang yang berkuasa. Dalam hal ini hanya ada tiga alasan yang dibenarkan untuk menghukum anak, pertama kalau tidak ada cara lain untuk menyampaikan larangan kepada anak; kedua, hukuman diberikan kalau anak melakukan perbuatan yang terlarang; ketiga, agar supaya efektif hukuman jangan terlalu sering dilakukan karena anak akan menjadi kurang peka terhadap tujuan hukuman. Keempat dan yang paling serius dari sudut pandang jangka panjang ialah anak yang terkena disiplin otoriter yang pokok penekanannya pada pengendalian eksternal tidak didorong  untuk mengembangkan pengendalian internal terhadap perilaku yang membentuk dassar bagi perkembangan lebih lanjut hati nurani.

ASPEK KEAGAMAAN
Apabila seorang anak lahir ke dunia ini ada kecenderungan orang tua menyambutnya dengan berbagai upacara dan kegiatan. Yang terpenting dari kegiatan penyambutan anak itu adalah berupa acara ritual keagamaan. Dimaksudkan untuk membekali anak dengan keyakinan hidup yang dipegangi orang tua dan masyarakat. Dalam perwujudannya, orang-orang islam meyambut kehadiran anaknya dengan upacara pembacaan adzan dan qamat, penyembelihan hewan aqiqah, dan pemberian nama. Orang kristen juga menyambutnya dengan pemberian nama dan penyipratan air baptis terhadap anak yang dilahirkannya.
Selanjutnya anak akan berkembang baik fisik maupun mental, mengikuti hari-hari perjalanan hidupnya. Berbicara mengenai hubungan antara pergaulan dalam keluarga dengan kemungkinan keadaan dan perkembangan keagamaan seorang anak. Sudah barang tentu peranan orang tua besar sekali dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian anak tersebut. Apabila kita melihat nilai-nilai moral sebagai nilai dasar yang dapat ditumbuhkan kepada anak, Lois Meek Stolz (1967) membagi nilai-nilai moral itu ke dalam enam macam, yaitu :
(a)      Ketaatan
(b)     Agama
(c)      Tanggung Jawab
(d)     Moral
(e)      Keadilan
(f)      Kewarganegaraan
Dilihat dari peranan orang tua, keenam aspek nilai-nilai moral di atas yang menjadi kunci keberhasilan penanamannya adalah aspek ketaatan, sesuai dengan penempatan urut-urutannya. Orang tua selayaknya meyakini bahwa ketaatan akan membawa nilai-nilai yang lain. Lebih jauh ditegaskan bahwa ketaatan akan membawa pada pengendalian emosi dan keselamatan anak. Bahkan seorang anak yang taat pada orang tuanya akan menjadikan ia seorang yang lebih bertanggung jawab membantu dirinya untuk lebih menghormati oarang lain, membuat dirinya lebih religius, mendapatkan kegembiraan serta menjamin terpeliharanya kasih sayang orang tua.
Secara umum, kesadaran beragama pada usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut ;
b)        Sikap keagamaannya masih bersifat reseptif (menerima) meski banyak bertanya.
c)        Pandangan keTuhanannya bersifat anthropormorph (dipersonifikasikan).
d)       Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meski telah ikut berpartisipasi dalam beribadah.
e)        Hal keTuhanan dipandang secara khayalan sesuai taraf berpikirnya.
Pengetahuan anak tentang agama akan terus berkembang ketika mendengarkan ucapan-ucapan orang tuanya, melihat sikap dan prilaku orang tuanya saat beribadah, serta pengalaman dalam mengikuti ibadah dan meniru ucapan orang tuanya.














BAB III
INTEGRASI DAN ANALISIS
A.      INTEGRASI
ASPEK BIOLOGIS
            Perkembangan anak dilihat dari aspek biologis mengindikasikan bahwa:
#  proses kematangan motorik : daya tanggap anak, kesenangan, kebiasaan, pergaulan dalam lingkungan dan motorik yang merangsang kecerdasan anak.
#    psikis anak : daya tahan tubuh anak, dan kekebalan otot-otot motorik
ASPEK PSIKOLOGIS
            Merangsang anak dalam perkembangan: Emosi, mental, bahasa, intelegensi, moral dan kepribadian, dari aspek inilah signifikasi perkembangan anak dapat terlihat jelas.
ASPEK AGAMA ISLAM
            Aspek ini tidak akan terlepas dari bimbingan orang tua, anak hanya mentaati perintah yang ada,  perkembangannya dapat dilihat dari ketaatan si aanak tersebut dalam perjalanan pendidikannya yang tak lepas dari pengaruh lingkungan.

B.       ANALISIS
Dari pemaparan yang ada dapat di indikasikan bahwa: perkembangan anak sangatlah dipengaruhi oleh orang-orang terdekatnya dan lingkungan itu sendiri. Perkembangan yang dapat dilihat secara signifikan terdapat pada aspek sikologi anak yang terlihat secara langsung dalang pergaulan kesehariannya. Namun tak lepas dari perkembangan biologi dan perkeembangan Agama pada anak tersebut. Pemenuhan nutrisi dan gizi anak dapat mempengaruhi perkembangan anak yang positif serta pemenuhan pendidikan anak akan mendorong pada perkembangan kepribadian dan mentalitas anak yang kuat.





BAB IV
KESIMPULAN
A.      Kesimpulan
* Masa anak-anak terjadi pada usia 2 s.d 13 atau 14 tahun. Yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu masa anak-anak awal ( TK ) dan masa anak-anak akhir ( SD ). Masa anak-anak awal terjadi pada usia 2 s.d 6 tahun dan masa anak-anak akhir terjadi pada usia 6 s.d usia matang secara seksual. Pada masa anak-anak awal disebut juga :
- usia sulit mengundang masalah                       - usia menjelajah
- usia bermain                                        - usia bertanya
- usia prasekolah                                                - usia meniru
- usia berkelompok
* Masa anak-anak akhir terjadi pada usia 6 s.d usia matang secara seksual.
* Aspek perkembangan fisik/motorik
- sistem syaraf                                        - kelenjar endokrin
- otot-otot                                              - struktur fisik/tubuh
* Aspek perkembangan sosial
- pembangkang                                      - kerjasama
- agresi                                                   - berkuasa
- bertengkar                                           - mementingkan diri sendiri
- menggoda                                            - simpati
- persaingan
* Aspek perkembangan kepribadian
   - emosi
   - konsep diri






DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Jurnal Penyelidikan IPBL Jilid 7. 2006. Pemerolehan Bahasa Kanak-Kanak; Satu
Analisis Sintaksis. Jakarta : Erlangga.
Syamsu Yusuf. 2002. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung : PT
Rosdakarya Offset.
Zulkifli. 1987. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosda Karya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 




 
 



[1] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, hal 105
[2] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, hal 101-105
[3] Ibid, hal 114-118
[4] Ibid, hal 122-125
[5] Zulkifli, Pikologi Perkembangan, hal 58-59
[6] Jurnal Penyelidikan IPBL Jilid 7, Pemerolehan Bahasa Kanak-kanak, hal 88
[7] http://www.mimpsy.blog.frienster.com
[8] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, hal 123